Thursday, October 19, 2006

Penelitian Kuantitatif Versus Penelitian Kualitatif

Statisticians try to measure IT
Experimentalists try to control IT
Evaluators value IT
Interviewers ask questions about IT
Observers watch IT
Participant observers do IT

-- from Halcolm’s Evaluation Laws


Debat di kalangan peneliti mengenai kebenaran relatifitas antara penelitian kuantitatif dan kualitatif telah berlangsung sejak lama (Patton, 1990). Perdebatan berfokus pada perbedaan landasan filosofis dan paradigma yang digunakan pada kedua metode penelitian tersebut.
Para peneliti pro kuantitatif berorientasi pada logika positivisme yang dipelopori oleh August Comte (abad ke-19). Pandangan positivisme meyakini bahwa hanya pembuktian secara logis-empiris saja yang diterima sebagai satu-satunya kebenaran ilmiah (Lubis, 2004). Mereka berkeyakinan bahwa suatu fenomena tidak terjadi secara kebetulan namun oleh karena adanya sebab-akibat (Loiselle & McGrath, 2004).

Sedangkan peneliti pro kualitatif memiliki keyakinan “anti-positivisme”. Mereka mengkritisi budaya ilmiah yang obyektif, mekanistis, linear dan universal serta pandangan ilmu pengetahuan yang berkesatuan (unified science) dan bebas nilai. Menurut Thomas Samuel Kuhn (1922-1996), ilmu pengetahuan selalu dimuati oleh asumsi-asumsi lain. Misalnya asumsi tentang realitas juga bersinggungan dengan realitas sosiologis dan epistemologis (Lubis, 2004).

Beberapa peneliti mengatakan bahwa salah satu metode penelitian lebih baik atau lebih ilmiah dibanding metode lainnya. Mereka menganggap mazhab penelitian yang ia anut adalah paling shahih dan tidak dapat diganggu-gugat. Dalam buku Qualitative Data Analysis, Miles dan Huberman (1994), mengutip pernyataan seorang peneliti kuantitatif, Fred Kerlinger, "There's no such thing as qualitative data. Everything is either 1 or 0" (hal. 40). Pada halaman yang sama peneliti lain, D. T. Campbell, memberikan penegasan yang berlawanan dengan Fred Kerlinger, "all research ultimately has a qualitative grounding" (hal. 40). Kedua pernyataan konfrontatif tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah ketidakproduktifan yang mendasar (essentially unproductive), karena banyak peneliti lain telah sepakat metode penelitian kuantitatif dan kualitatif dapat digunakan secara bersamaan. Keduanya dapat saling mengisi keterbatasan masing-masing dan memperkaya perspektif peneliti dalam mengungkapkan fenomena yang diteliti (Streubert, & Carpenter, 1999; Denzin & Lincoln, 1994; Doornbos, 2001). Walaupun keberhasilan dalam mengkombinasikan dua metode penelitian tersebut tergantung pada kemampuan dan pengalaman peneliti (Patton, 1990).

Misalnya, penelitian epidemiologi dan uji klinik bertujuan untuk menguji kemaknaan hipotesis. Peneliti mencoba berpikir secara mekanis dan dalam menggambarkan fenomena penelitian ia menggunakan pola pikir deduksi dan rasional patofisiologi. Implikasi pertanyaan dalam metode penelitian kuantitatif tersebut adalah pertanyaan whether (misal: apakah sebuah intervensi memiliki efek penyembuhan yang bermakna?) dan how much (misal: seberapa besar pengaruh faktor risiko tertentu terhadap kejadian suatu penyakit?) (Battista, Hodge, & Vineis, 1995).
Namun kadangkala peneliti membutuhkan jawaban interpretatif guna menjelaskan fenomena sosial yang abstrak dan tidak mudah diukur. Misal: makna dan pengalaman sakit bagi seseorang atau keluarga, dalam hal ini penelitian kualitatif tidak bisa menggunakan pertanyaan whether atau how much, tetapi akan lebih tepat menjelaskan fenomena dengan pertanyaan apa (what), bagaimana (how) dan mengapa (why) (Sofaer, 1999). Oleh karena itu, penelitian kualitatif lebih sesuai untuk menggali fenomena sosial, emosional, dan pengalaman seseorang dalam konteks pelayanan kesehatan (Giacomini & Cook, 2000)

Menurut Glesne & Peshkin (1992), perbedaan mendasar antara penelitian kuantitatif dan kualitatif dapat dijelaskan melalui empat aspek, yaitu: asumsi, tujuan penelitian, pendekatan, dan peran peneliti.

Asumsi. Penelitian kuantitatif memiliki ciri khas berhubungan dengan data numerik dan bersifat obyektif. Fakta atau fenomena yang diamati memiliki realitas obyektif yang bisa diukur. Variabel-variabel penelitian dapat diidentifikasi dan interkorelasi variabel dapat diukur. Peneliti kuantitatif menggunakan sisi pandangannya untuk mempelajari subyek yang ia teliti (etik). Keunggulan penelitian kuantitatif terletak pada metodologi yang digunakan.
Penelitian kualitatif cenderung menggunakan data teks yang bersifat subyektif. Realitas yang dipelajari dikonstruksikan sesuai dengan nilai sosial partisipan (subyek penelitian), oleh karenanya pemaknaan realitas sesuai dengan pemahaman partisipan (emik). Penelitian kualitatif memiliki jalinan variabel yang kompleks dan sulit untuk diukur.

Tujuan penelitian. Penelitian kuantitatif memiliki tujuan menjeneralisasi temuan penelitian sehingga dapat digunakan untuk memprediksi situasi yang sama pada populasi lain. Penelitian kuantitatif juga digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat antar variabel yang diteliti.
Berbeda dengan penelitian kuantitatif, penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan realitas secara kontekstual, interpretasi terhadap fenomena yang menjadi perhatian peneliti dan memahami perspektif partisipan terhadap masalah kesehatan.

Pendekatan. Penelitian kuantitatif dimulai dengan teori dan hipotesis. Peneliti menggunakan teknik manipulasi dan mengkontrol variabel melalui instrumen formal untuk melihat interaksi kausalitas. Peneliti mencoba mereduksi data menjadi susunan numerik selanjutnya ia melakukan analisis terhadap komponen penelitian (variabel). Penarikan kesimpulan secara deduksi dan menetapkan norma secara konsensus. Bahasa penelitian dikemas dalam bentuk laporan.

Penelitian kualitatif tidak memerlukan hipotesis, justru kadang-kadang diakhiri dengan hipotesis. Perumusan teori berdasarkan data yang telah tersaturasi (grounded theory). Peneliti menggunakan teknik penggambaran (portrayal) secara alamiah terhadap fenomena yang muncul sekaligus dirinya merupakan instrumen penelitian itu sendiri. Penarikan kesimpulan secara induksi dengan menemukan salah satu pola yang berlaku dari pluralitas dan kompleksitas norma. Bahasa penelitian dikemas secara deskriptif.

Peran peneliti. Dalam penelitian kuantitatif, peneliti secara ideal berlaku sebagai observer subyek penelitian yang tidak terpengaruh dan memihak (obyektif). Sedangkan penelitian kualitatif justru memerlukan keberpihakan dan keterlibatan peneliti agar ia dapat memahami (empati) situasi partisipan penelitian secara holistik.

Akhirnya, pilihan metode yang digunakan sangatlah bergantung pada kepentingan peneliti. Kita tidak bisa mengklaim bahwa paradigma penelitian yang kita anut lebih ilmiah dibanding pandangan orang lain. Secara implisit Hukum Evaluasi Halcolm menekankan bahwa pilihan metode yang tepat harus sesuai dengan tujuan yang peneliti inginkan. Selain itu, pilihan metode penelitian perlu mempertimbangkan pengalaman, ketertarikan peneliti, populasi yang akan diteliti, waktu, biaya, tenaga dan sumber daya peneliti lainnya. Agaknya kita perlu sepakat dengan ungkapan Glesne dan Peshkin (1992): different approaches allow us to know and understand different things about the world.

Referensi:
Battista, R.N., M.J. Hodge, & P. Vineis. 1995. Medicine, practice and guidelines: the uneasy juncture of science and art. J. Clin. Epidemiol. 48: 875-80.
Denzin, N.K. & Lincoln, Y.S. 1994. Entering the field of qualitative research. In N.K. Denzin & Y.S. Lincoln (Eds), Handbook of Qualitative Research. Thaousand Oaks, CA: Sage Publications.
Doornbos, MM. 2001. The 24-7-52 Job: Family Caregiving for Young Adults With Serious and Persistent Mental Illness. Journal of Family Nursing 7(4): 328-44
Giacomini, M. & D.J. Cook. 2000. A User's Guide to Qualitative Research in Health Care. JAMA. July 26; 284(4):478-82
Glesne, C. & A. Peshkin. 1992. Becoming Qualitative Researchers: an Introduction. White Plains, NY: Longman.
Loiselle, C.G. & McGrath, J.P. 2004. Canadian Essentials of Nursing Research. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Lubis, A. Y. 2004. Filsafat Ilmu dan Metodologi Posmodernis, Bogor: AkaDemiA.
Miles M, & Huberman M. 1994. Qualitative Data Analysis. London: Sage Publications.
Patton, M.Q. 1990. Qualitative Evaluation and Research Methods 2nd Ed. California: Sage Publications.
Sofaer, S. 1999. Qualitative methods: what are they and why use them? Health Serv. Res. 34: 1101-18.
Streubert, H.J. & Carpenter,D.R. 1999. Qualitative Research in Nursing Advancing the Humanistic Inperative 2nd Edition. Philadelphia: J.B. Lippincott Comp.

2 Comments:

Blogger the cranium said...

walaupun belum ada studi (yang meyakinkan)di indonesia, kalangan keperawatan terdidik(apalagi yang tidak) lebih banyak melakukan penelitian kuantitatif, bahkan banyak buku-buku (lebih dari sama dengan dua judul buku)penelitian keperawatan yang beredar secara tidak sadar hanya memperkenalkan penelitian kuantitatif dalam buku nya yang banyak di beli oleh mahasiswa keperawatan. Penelitian kualitatif hanya disinggung tidak diurai secara mendalam.

Padahal banyak teori-teori atau model dalam keperawatan yang muncul dengan penelitian kualitatif( psikoanalisis Freud, tahap Dying Kubler-Ross, dll).

salam kenal Pak Palestin.

http://zanipitoyo.wordpress.com

12:46 AM  
Blogger the cranium said...

This comment has been removed by the author.

12:46 AM  

Post a Comment

<< Home